Part 7: The Real Day-1

Kaimaj
5 min readMay 12, 2022

--

Here I Am-Air Supply

Jui tampak jengah begitu pintu terbuka. Kaavi sudah menantinya di depan pintu rumah dengan wajah cerah. Jui tidak bisa melakukan apapun, ia sudah terlanjur tanda tangan kontrak, walau lebih tepatnya ditipu untuk tanda tangan kontrak. Terlalu rumit kalau harus menghubungi pengacaranya dan melakukan pembatalan kontrak yang pastinya akan memakan waktu lama juga.

I have some conditions, ya, Kaavia.”

Kaavi masih memasang wajah cerahnya. Ia dengan cepat mengangguk layaknya anak anjing yang menuruti pemiliknya.

“Jangan foto gue. Paling nggak buat edisi awal. Lo bisa foto sudut rumah gue tapi jangan ada wajah gue.”

Kali ini Kaavi menghadirkan ekspresi yang lebih lunak. Menyunggingkan senyuman tipis. “Tentu aja, Ju. Tanpa persetujuan lo gue nggak akan publikasiin wajah lo. Tell me when you’re ready.”

Jui mengangguk, merasa lebih lega usai mendengar ucapan Kaavi. “Kita mulai sekarang?”

Kaavi mengangguk. “Gue rekam suara, ya, buat kepentingan penulisan aja, nggak bakal gue publikasiin.” Begitu mendapat persetujuan Jui, Kaavi langsung menyiapkan peralatannya. Ponsel untuk merekam suara dan laptop untuk mengetikkan beberapa hal yang akan menjadi jawaban Jui. “Oke gue mulai, ya. Halo Jui, mungkin ini pertama kalinya lo ngobrol sama jurnalis setelah dua tahun berhenti jadi pembalap. Selama dua tahun ini gimana cara lo menghabiskan waktu? Karena pasti ada perbedaan besar di jadwal lo selama menjadi pembalap dan enggak.”

“Seperti yang lo lihat, Kaav, gue menghabiskan waktu di rumah liburan keluarga gue, rumah ini peninggalan kakek nenek gue, banyak barang mereka yang masih disimpen rapi di sini. Dua tahun berhenti jadi pembalap, sejujurnya jadi kesempatan gue buat istirahat dan rethinking my life decisions. Mostly gue bakal menghabiskan waktu di dalam rumah. Gue bakal mendengarkan lagu lewat vinyl player kakek gue atau baca buku koleksi nenek gue.” Jui berhenti sebentar untuk memberi jeda. “Menjawab pertanyaan lo, jelas banyak perbedaan dari menjadi pembalap dan tidak. Nggak ada lagi latihan maupun kompetisi yang harus gue jalani. Nggak ada lagi jadwal perjalanan ke luar negeri atau agenda lain yang perlu gue hadiri.”

“Pas banget sama situasi sekarang di mana orang-orang mulai mengalihkan rencana liburan mereka ke aktivitas yang mudah dilakukan di rumah, ya, Ju. Ada album atau lagu yang paling sering lo putar nggak, Ju?”

Jui tidak perlu berpikir lama. “Banyak album Air Supply di koleksi kakek gue. Kelihatannya baik kakek maupun nyokap gue suka sama lagu-lagu mereka. Hal itu juga terjadi ke gue. Air Supply jadi musikus yang paling sering gue putar. Lagu favorit gue Here I Am dari album The One That You Love.”

At least you have a good taste in music.” Timpal Kaavi. “Despite your annoying behaviour.” Kaavi bergumam dengan pelan yang nyatanya masih dapat didengar oleh Jui.

“Gue masih bisa denger, ya.” Jui memperingatkan Kaavi.

“Ups, sorry.” Balas Kaavi yang tidak terlihat merasa bersalah sama sekali. “Beralih ke aktivitas membaca, ada genre buku tertentu yang lo suka nggak?”

Kali ini Jui nampak berpikir sebelum menjawab. “Gue baca hampir semua genre, sih. Mulai dari novel-novel misteri Agatha Christie, karya Shakespeare, Haruki Murakami, sampai ensiklopedia umum, gue baca semua.”

Kaavi mengangguk-angguk mendengar jawaban Jui. “Ada preferensi khusus nggak kenapa lo memilih buku tertentu di hari tertentu?”

“Tergantung gue lagi pengen baca atau nggak, kalau nggak terlalu mood buat baca gue bakal pilih buku-buku ringan buat dibaca. Kalau gue memang mau menghabiskan sepanjang hari buat baca berarti pilihan bukunya lebih berat.”

“Ada saran nggak buat orang-orang yang mau menghabiskan waktu mereka di rumah kayak lo?”

“Hmm apa, ya. Gini deh, ketika lo di rumah aja, dibanding memikirkan apa yang mau lo lakukan selanjutnya, let things flow naturally. Jangan dijadiin beban dan dijadwal secara kompleks. Anggep aja itu day-off lo, mungkin lo bisa menggali hal-hal yang selama ini pengen lo lakuin tapi waktunya belum sempet. Denger lagu-lagu yang udah lama nggak lo putar, denger lagu-lagu baru yang belum sempet lo putar karena sibuk, atau denger lagu sambil main alat musik kesukaan lo. Oh iya, denger lagunya nggak perlu pake pemutar piringan hitam kayak gue, semuanya bebas, pakai bluetooth speaker, handphone speaker, earphone, maupun airpod, semuanya nggak masalah selama lo bisa nyaman mendengarkan lagu.” Jui sengaja berhenti untuk mengambil air minum. “Kalau tentang literasi, saran gue cuma jangan memaksakan diri aja. Dibanding ngikutin tren one day one book atau semacamnya, lebih baik baca sesuatu yang buat lo penasaran dan take your time waktu baca. Jadi lo nggak ada beban untuk baca dan bener-bener bisa menikmati bacaan lo.”

Not gonna lie, such a good advice.” Kaavi mematikan rekaman suara. “Kayaknya gue udah dapet cukup banyak materi. Let’s call it a day then.” Kaavi melemaskan otot bahunya.

Jui nampak membuang napas ringan. Merasa puas dengan wawancara hari itu.

Kaavi menopang dagunya dengan salah satu tangan. Pandangannya mengarah pada luar jendela. Suasana terasa sangat sepi, Kaavi jadi membayangkan bagaimana Jui menghabiskan waktu biasanya pada suasana sesepi itu.

“Emang selalu sesepi ini, ya?”

Jui ikut menopang dagu. Matanya ikut memandang ke arah pandang Kaavi. “Iya.”

“Lo seharian cuma denger lagu sama baca buku aja?” kali ini Kaavi mengarahkan pandangannya untuk menatap Jui yang duduk di hadapannya.

Jui ikut menatap Kaavi, kemudian kembali menatap jendela sebelum menjawab pertanyaan Kaavi. “Nggak juga. Kadang gue nggak melakukan apapun. Gue cuma akan bangun, buka jendela kamar, then just feel the wind kisses my face.

Kaavi berdecak. “Ckckck, bener-bener no life, ya, lo.”

Jui terkekeh pelan. “That’s true. Maybe, I really have no life. Setelah kejadian itu.”

Kaavi meletakkan tangannya dari dagu. Merasa kata-katanya salah. “Ju — ”

“Bukannya lo harus foto vinyl player sama bookshelf gue?” Jui mengingatkan.

“Ah, iya!” Kaavi menepuk jidatnya. Mengambil kamera mirrorless-nya kemudian berjalan ke arah vinyl player dan rak buku Jui.

Begitu menyelesaikan semua keperluannya, Kaavi membereskan barang-barang serta pamit dari rumah Jui.

Thanks a lot, Ju, buat hari ini. Sebelum terbit bakal gue kirim ke lo dulu hasilnya, kalau-kalau ada hal yang perlu dikurangi atau ditambah. I’ll reach you via email, okay?”

Jui mengangguk. “You can also reach me via message. Mama must’ve given you my number, right?”

Kaavi mengeluarkan cengiran. “Hehe, tapi kalo gue kirim pesan jangan di-block, ya, awas aja!”

As long as lo nggak nyepam nggak bakal gue block.”

Kaavi memberi salam terakhir sebelum naik ke ojek online-nya. Kayaknya Kaavi harus mulai memikirkan untuk mencari kos di sekitar rumah liburan Jui daripada boros ongkos ojek.

--

--

Kaimaj
Kaimaj

Written by Kaimaj

0 Followers

Welcome to the jungle

No responses yet