Part 3: Evaporate

Kaimaj
5 min readJan 8, 2022

--

Panggilan Kaavi dengan agensi Jui berakhir dengan kosong. Tidak ada hal apapun yang membantu Kaavi. Agensi kehilangan kontak dengan Jui sejak pria itu memutuskan berhenti menjadi pembalap. Manajer yang membersamai Jui selama ini juga tidak tahu ke mana perginya Jui setelah meninggalkan apartemen mewahnya. Keluarga Jui memutuskan segala hubungan dengan agensi dan manajernya. Keberadaan Jui hilang begitu saja, menguap seperti udara.

Kaavi mengacak rambutnya frustasi. Kemudian meletakkan kepalanya di meja dengan pandangan mengarah pada jendela.

“Gue punya salah apa, sih, anjir. Gini banget hidup gue,” tatapan Kaavi kosong, ia menghela napas panjang. Kemudian, ia mengangkat kepalanya menghadap Rona, membuat gadis itu terkejut. “Ron, gue punya utang sama lo, ya? Apa sama lo, Sa? Apa gue punya salah sama kalian, ya?”

“Enggak, enggak, Kaav. Lo nggak punya utang, nggak ada salah juga,” jawab Rona ikut frustasi. “Emang Sira-nya aja yang cari gara-gara sama lo. Lo tahu, kan, dia dari dulu nggak suka sama lo.”

Kaavi melengos, membawa kepalanya kembali ke atas meja. Namun, kali ini menghadap ke arah Rona. Rona menopang kepalanya menatap Kaavi, menunggu rekannya bicara kembali.

“Laper…”

“Hah?” tanya Rona, tidak mendengar ucapan Kaavi yang kelewat pelan.

“Gue laper, Ron. Ini udah jam makan siang. Kalian nggak laper emang?”

Daksa dan Rona tertawa pelan. Kelihatannya mereka terlalu sibuk mengkhawatirkan perasaan Kaavi hingga lupa bagaimana Kaavi merupakan sosok yang punya energi positif di kesehariannya.

“Yuk, makan. Gue yang traktir.”

Rona dapat melihat bagaimana wajah Kaavi cerah kembali. Gadis itu berjalan lebih dahulu meninggalkan Daksa dan Rona yang tengah bersiap-siap.

“Emang Kaavi, tuh, gampang banget dibaikinnya.” Ucap Daksa yang hanya dibalas kekehan oleh Rona.

***

Kaavi memakan sandwich-nya dengan tangan kanan. Tangan kirinya sibuk menulis sesuatu di notes. Matanya fokus ke layar ponsel. Ia sengaja mencatat hal-hal yang terkait dengan Jui Juvistha, yang mungkin mampu membantunya menemukan Jui.

“Makan dulu, Kaav, katanya laper.” Daksa sengaja mengarahkan sandwich Kaavi ke mulut gadis itu.

Kaavi hanya memberi cengiran kecil tanpa mengalihkan pandangan dari ponsel. Namun, detik selanjutnya, “Heh, pulang sana, Sa.”

Daksa bingung. “Lo ngusir gue?”

Kaavi membuang napas kasar. Ia meletakkan pulpennya. Kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi.

“Lo kan harus packing, siapin barang-barang, charge kamera, siapin memori sama baterai double. Lo kan mau liputan.”

Daksa bangkit usai menghabiskan potongan sandwich terakhirnya. “Gue balik dulu, ya, guys. Thanks, Ron, traktirannya,” Daksa melirik ke arah Kaavi. “Maafin gue, ya, Kaav. Gue merasa gue belum sempet minta maaf dengan proper ke lo.”

Kaavi tertawa pelan. “Yaelah, nggak papa, Sa. Semoga lancar liputannya.”

Daksa ikut tersenyum. Ia berbalik sebelum melangkah keluar dari café. “Ah, coba lo cek komentar-komentar atau tag di akun fanbase-nya, Kaav. Biasanya fans-fans sering update kondisi terbaru idolanya. Kali aja, hal yang sama berlaku buat Jui.”

Mata Kaavi berbinar dan senyumannya merekah. “DAKSA, I LOVE YOU!”

Rona memukul lengan Kaavi pelan, meminta gadis itu berhenti berteriak karena seluruh pengunjung cafe melihat mereka.

***

Ide Daksa ternyata tidak buruk. Akun fanbase memang punya update terkait kondisi Jui maupun kabar dari keluarga Jui. Walau tidak banyak hal khusus yang bisa diambil, setidaknya ada secercah harapan untuk menemui Jui.

Mata Kaavi tertarik pada sebuah komentar. Komentar itu tidak mendapat banyak perhatian, bahkan jumlah like-nya tidak tembus 10.

″Do you guys ever think, kalau Jui mungkin milih menghabiskan waktu di rumah liburan keluarganya atau villa yang letaknya jauh dari hiruk pikuk ibu kota? Hehe, nebak aja sih ini.″

Itu dia! Untuk ukuran orang seperti Jui Juvistha, ia pasti memiliki rumah liburan keluarga. Kaavi buru-buru menghubungi manajer Jui.

“Ah, keluarga Jui memang punya rumah liburan. Tapi rumah itu sudah terlalu lama tidak ditempati. Kalau tidak salah, terakhir kali rumah itu digunakan waktu Jui berusia sebelas.”

“Boleh tahu alamatnya, Pak?”

“Nggak ada yang tahu pasti alamatnya. Semua itu privasi keluarga Jui. Tapi, Jui pernah bilang kalau rumah itu ada di ujung kota. Kamu bisa lihat pemandangan hijau dari rumahnya. Rumah di sana masih jarang-jarang dan nggak banyak tetangga di sekitar rumah itu.”

Walau tidak banyak mendapat informasi, Kaavi mengucapkan terima kasih pada manajer Jui. Ia segera menghabiskan sandwich-nya. Kemudian dengan semangat merangkul lengan Rona untuk kembali ke kantor. Yah, Rona telah menyelesaikkan makan siangnya lebih dulu dibanding Kaavi. Jelas saja, gadis itu membagi fokusnya ke berbagai hal, mana mungkin bisa menyelesaikan makan siang lebih cepat dibanding yang lain.

Kaavi mengecek semua rubrik travel dan vacation di majalahnya. Bahkan Kaavi mencoba mengecek rubrik travel dari majalah lain. Ia mencocokkan semua tempat yang mungkin sesuai dengan deskripsi manajer Jui.

Butuh waktu berhari-hari bagi Kaavi untuk mengumpulkan tempat yang paling mendekati kemungkinan rumah liburan Jui berada. Daksa mungkin sudah berada di laut usai kapalnya meninggalkan Singapura. Rona juga telah menyelesaikan layout kesekiannya. Sedangkan Kaavi masih duduk menghadap tumpukan majalah guna mencari keberadaan Jui, sungguh tidak produktif.

Kaavi menyortir ulang tempat-tempat yang ada sampai ke lima tempat paling sesuai. Ia buru-buru menyambar tas dan cardigan-nya untuk menuju tempat pertama.

“Kaav, mau ke mana?” tanya Rona setengah berteriak tanpa mendapat jawaban dari Kaavi.

Kaavi menuju stasiun KRL terdekat. Kebetulan KRL lengang, tentu saja tidak banyak pengguna yang memakai KRL di jam menjelang makan siang. Ia turun ke stasiun ketiga untuk berganti KRL. Ia terus melanjutkan perjalanannya. Berhenti di dua stasiun selanjutnya. Berganti moda transportasi hingga sampai ke tempat pertama.

Ia berjalan menyusuri jalan di mana rumah masih jarang-jarang. Ia sempat menanyai beberapa orang yang lewat namun tidak ada yang tahu rumah liburan milik Jui. Ia menyusuri tempat pertama hingga senja tiba, namun tidak ada tanda-tanda keberadaan Jui.

Hal yang sama berlaku untuk tempat kedua, ketiga, dan keempat. Kaavi mengeluarkan banyak waktu dan uang untuk mencari keberadaan Jui. Ia punya harapan paling tidak uang-uangnya akan dapat di-reimburse oleh Mas Tama ke kas kantor.

Kaavi sampai di tempat terakhir. Kalau hasilnya nihil, ia akan langsung berlari ke ruangan Mas Tama untuk menyerahkan bendera putih. Kaavi menghela napas panjang sebelum mulai masuk ke daerah perumahan. Ia sengaja membuka ponselnya, melihat kembali foto Jui di laman sosial medianya yang telah lama tidak dibuka. Sebuah foto lama yang ada di ujung postingannya, foto paling awal yang pernah ia posting. Potret Jui kecil di dekat jendela yang menghadap pemandangan hijau. Kaavi berusaha mencocokkan tiap rumah yang ia temui dengan bekal foto Jui yang tak seberapa.

Kemudian kakinya sampai di ujung daerah itu. Rumah terakhir di kiri jalan dengan rumput serta ilalang setinggi lututnya. Rumah dengan cat putih yang mulai kumal dan mengelupas di sana-sini. Pagarnya tidak tinggi, hanya sebatas bahu Kaavi, dengan pintu pagar yang tidak terkunci.

Kaavi memberanikan diri membuka pagar rumah itu. Walau halamannya tampak tak terawat, namun teras dan bagian rumah tampak bersih. Kaavi mengetukkan tangan ke pintu rumah.

Tidak ada jawaban.

Kaavi sengaja mendekatkan telinga ke pintu. Ia dapat mendengar alunan pelan musik dari dalam rumah. Membuatnya semangat karena menemukan titik terang. Ia mengetukkan tangannya kembali ke pintu, kali ini lebih keras. Kaavi terus mengetuk, ia yakin kalau buku-buku jarinya telah berwarna merah sekarang.

“Nggak ada orang.”

Jawab seseorang dari dalam rumah.

Kaavi berdecih. “Halo, mana ada nggak ada orang tapi ada suara dari dalem? Situ setan?”

Kali ini tidak ada jawaban.

Kaavi mengetuk pintu kembali. Sengaja membuat si empunya rumah terganggu.

Hingga akhirnya, seorang laki-laki membuka pintu rumah tersebut.

--

--

Kaimaj
Kaimaj

Written by Kaimaj

0 Followers

Welcome to the jungle

No responses yet