Rona berjalan di antara dua temannya yang hari ini tampak sangat bahagia. Kaavi sudah tersenyum sejak sampai di kantor. Daksa pun terlihat sangat bahagia begitu Rona mengiyakan permintaannya untuk ikut mewawancarai Kamila Haral.
“Kalian berdua jangan sampai bikin gue malu, ya, inget!” Rona menghentikan langkahnya di depan pintu lift untuk memperingatkan kedua temannya.
Daksa dan Kaavi — masih dengan senyuman lebar — mengangguk serentak. Rona menggelengkan kepalanya, menyaksikan kerukunan Daksa dan Kaavi yang mungkin hanya terjadi setahun sekali. Ia melangkah lebih dulu untuk masuk ke lift, Daksa dan Kaavi mengikutinya dengan langkah ringan. Rona merasa seperti membawa dua anak ayam ke gedung agensi Kamila hari ini. Ia hanya berharap semoga kerukunan dua anak ayam itu tidak akan cepat berlalu.
Begitu sampai di lantai tujuh, Rona langsung disambut manajer Kamila. Rona berjalan sejajar dengan manajer Kamila sambil membicarakan beberapa hal sementara Kaavi berjalan di belakang bersama Daksa.
Mereka kemudian sampai di sebuah ruangan bernuansa putih yang mirip dengan tempat yang biasa digunakan untuk pemotretan profil artis-artis di agensi tersebut. Kamila duduk di bagian tengah dengan tangan yang meluncur santai pada layar ponselnya. Perempuan berambut panjang itu lantas berdiri untuk menyapa Rona begitu ia menyadari kehadiran Rona. Kamila juga menyapa Kaavi dan Daksa walau tidak lama karena Daksa harus menata kamera yang akan merekam Kamila. Ah, bersamaan dengan popularitas Kamila yang memuncak, Kamila tidak hanya muncul dalam artikel majalah Racounter, namun video wawancaranya akan diunggah ke channel Youtube Racounter. Dibandingkan Daksa yang berterima kasih pada Rona karena diizinkan ikut liputan, sesungguhnya Rona yang harus berterima kasih pada Daksa karena kehadiran pria itu sangat dibutuhkan hari ini.
Daksa selesai men-setting kamera dan lighting. Ia bertugas di balik kamera yang bertengger di atas tripod hari ini. Sementara itu, Kaavi membawa kamera yang lebih kecil dan duduk di sudut yang menampilkan wajah Kamila melalui sisi yang berlawanan dari kamera Daksa. Setelah briefing singkat yang dilakukan Rona, wawancara dimulai.
Kaavia terkesima dengan tiap jawaban yang keluar dari mulut Kamila. Cara gadis itu menjawab dan tutur katanya sangat menarik untuk didengar. Sebagai travel journalist Kaavi memang jarang bertemu artis, namun ia dapat mengatakan kalau Kamila berada di list teratas artis dengan attitude paling baik di negara ini.
Wawancara berakhir setelah satu jam. Daksa membereskan kameranya sementara Kaavi sudah menarik kursinya untuk duduk di sebelah Rona yang tengah menghadap ke Kamila. Rona yang lebih banyak mengobrol, sedangkan Kaavi hanya mendengarkan dengan seksama. Tiba-tiba saja Kamila terdiam menatap ke map yang bertumpu di atas paha Kaavi. Kaavi mengikuti arah pandang Kamila.
“Ah, ini terbitan minggu ini. Kamila mau baca?” tawar Kaavi. Begitu Kamila mengangguk, Kaavi mengeluarkan edisi terbaru majalah Racounter. Belum sempat Kaavi melanjutkan obrolan, ponselnya berdering. “Saya angkat telepon dulu, ya.”
Kaavi berjalan melewati Daksa yang menggerakkan mulutnya membentuk kata siapa ke Kaavi. Gadis itu ikut menggerakkan mulutnya untuk menjawab Daksa, Mas Tama. Daksa mengangguk-angguk, kemudian mengambil alih tempat duduk Kaavi dan duduk di hadapan Kamila. Kaavi sendiri mencari tempat yang lebih sepi untuk mendengarkan telepon dari Mas Tama.
“Mas Tama tiap telepon, tuh, selalu bikin saya deg-degan tau.” Kaavi memulai pembicaraan begitu ia mengangkat telepon. “Saya jadi bertanya-tanya, nih, hari ini hal buruk apa, ya, yang bakal terjadi ke saya?”
“Heh, kamu ngomongnya jangan gitu, pamali.” Kaavi tertawa mendengar jawaban Tama. “Kamu kira saya pembawa sialnya kamu?”
“Ini Mas Tama sendiri, loh, yang bilang. Saya nggak bilang pembawa sial, ya.”
Tama berdecak. “Padahal hari ini saya bawa kabar baik buat kamu.”
“Duh, apalagi kalau dikasih kabar baik. Saya kapok, Mas. Terakhir kali saya dapet kabar baik dari Mas Tama saya nggak jadi berangkat liputan.”
“Kaav, saya nyesel telepon kamu.”
Kaavi tertawa puas begitu mendengar suara jengah Tama di ujung sana. “Bercandaaa, Mas. Ada apa?”
“Penjualan hari pertama majalah kita bertepatan dengan bagian pertama FOTR naik, Kaav. Delapan ribu kopi dalam satu hari. Pencapaian yang luar biasa buat majalah Racounter. Pastinya jumlahnya bakal naik sepanjang minggu.”
“Berarti tanda-tanda saya dapet bonus, ya, Mas?”
Tama tertawa. “Itu udah pasti, Kaav. Kamu juga bisa lihat pencarian real-time sekarang, majalah kita masuk sepuluh besar, nama Jui Juvistha juga trending di mana-mana.”
Tiba-tiba saja senyuman Kaavi lenyap. “Nama Jui trending juga, Mas?” Kaavi memastikan apa yang didengarnya.
“Iya lah. Yang bikin majalah kita laku, kan, karena artikel kita yang bahas Jui. Kerja bagus, Kaavi. Nanti saya tunggu di kantor, ya, buat kasih bonus.”
Telepon ditutup. Namun, Kaavi masih terdiam. Bimbang karena hal yang baru saja didengarnya. Ia mengetikkan nama Jui yang ia simpan di ponselnya untuk menelepon laki-laki itu. Sayangnya, laki-laki itu tidak mengangkat panggilan Kaavi.
Pandangan Kaavi beralih dari ponsel ke suara langkah kaki yang menuju ke arahnya. Kamila dengan wajah serius berjalan cepat dan berhenti tepat di depannya.
Perempuan itu sampai dengan napas memburu. “Kaavi,” Kaavi dapat melihat Kamila menggigit bibir. Tiba-tiba saja perempuan itu terlihat ragu dengan kalimat yang hendak disampaikan. “Bisa nggak aku min — ”
“Kamila!” manajer Kamila berlari untuk menghampiri Kamila. “Syuting talkshow-nya dimajuin. Kita harus pergi sekarang karena jalan utama macet.”
“Tap — ” Kamila enggan melangkah meninggalkan Kaavi.
“Sekarang Kamila. Kalau nggak, kita bisa telat.” Manajer Kamila menarik tangan Kamila menjauh.
Kamila terus memandang Kaavi dari jarak yang makin jauh. Kaavi menatap Kamila dengan tatapan bingung, memikirkan hal apa yang hendak disampaikan olehnya. Namun, ia buru-buru tersadar kalau harus segera menjangkau Jui.
Kaavi masuk ke ruangan yang kini tinggal di didiami oleh Daksa dan Rona. Ia memasukkan map dan kameranya ke dalam tas.
“Gue pergi dulu, ya.” Kaavi pamit dengan cepat pada dua temannya.
“Mau ke mana, Kaav?” tanya Rona yang tidak dijawab oleh Kaavi karena gadis itu telah lebih dulu meninggalkan ruangan.
Daksa dan Rona bertukar pandang. Hari ini mereka terlalu sering melihat orang buru-buru. Baru saja Kaavi yang terlihat buru-buru. Sebelumnya, Kamila juga buru-buru mencari Kaavi usai wajahnya sempat memucat begitu membaca majalah yang dibawa Kaavi.